MAKALAH TEORI DAN KEBIJAKAN
PENDAFTARAN TANAH
PENDAFTARAN TANAH
PERBANDINGAN PUBLIKASI PENDAFTARAN TANAH, PERBANDINGAN SISTEM PUBLIKASI PENDAFTARAN TANAH (TORAN SISTEM) DAN POSITIF SISTEM DAN NEGATIF SISTEM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendaftaran tanah, sebagai instrumen hukum yang mendasar, memainkan peran krusial dalam menjamin kepastian hak atas tanah dan mencegah konflik agraria yang dapat menghambat pembangunan sosial-ekonomi suatu bangsa. Di Indonesia, sejarah panjang pengaturan hak atas tanah telah mengalami berbagai dinamika, sejak era kolonial hingga kemerdekaan dan reformasi agraria. Keberadaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 menjadi tonggak penting dalam menegaskan wewenang negara untuk menguasai dan mengatur pemanfaatan tanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, implementasi UUPA tidak selalu berjalan mulus, dan konflik agraria masih menjadi tantangan yang kompleks dan berdampak luas. Konflik-konflik ini seringkali dipicu oleh ketidakjelasan status kepemilikan, tumpang tindih klaim, dan ketidakadilan dalam akses dan distribusi tanah, yang pada gilirannya dapat menghambat investasi, pembangunan infrastruktur, dan kesejahteraan masyarakat. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah hak-hak atas tanah yang diberikan oleh Negara atas dasar hak menguasai Negara yang bersumber langsung dari hak bangsa Indonesia atas tanah. Hak-hak atas tanah primer adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan yang diberikan oleh negara, dan hak pakai yang diberikan oleh negara. Tanah-tanah yang dikuasai secara individual dengan hak-hak atas tanah yang primer tersebut disebut tanah-tanah hak dan dalam hak atas tanah tersebut akan memiliki kepastian hukum yang kuat dengan mendaftarkan terlebih dahulu hak-hak tersebut di kantor Badan Pertanhan Nasional (BPN) dan agar hak-hak tersebut terjamin memiliki akta otentik.
Dalam dinamika pengaturan hak atas tanah tersebut, sistem publikasi pendaftaran tanah memegang peranan penting. Sistem publikasi ini berfungsi sebagai sarana untuk mengumumkan dan menginformasikan kepada publik mengenai status kepemilikan, hak, dan beban yang melekat pada suatu bidang tanah. Dua sistem publikasi utama yang dikenal adalah sistem publikasi positif (registration of titles) dan sistem publikasi negatif (registration of deeds). Sistem publikasi positif berfokus pada pendaftaran hak atas tanah itu sendiri, sementara sistem publikasi negatif lebih menekankan pada pendaftaran akta-akta terkait tanah. Perbedaan mendasar antara kedua sistem ini terletak pada tingkat jaminan kepastian hukum yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah.
Efektivitas suatu sistem hukum, termasuk dalam hal pendaftaran tanah, sangat ditentukan oleh keseimbangan antara das sollen (apa yang seharusnya terjadi) dan das sein (apa yang terjadi dalam kenyataan). Dalam konteks ini, kepastian hukum menjadi prinsip yang esensial. Kepastian hukum memberikan aturan yang jelas dan dipahami oleh semua pihak serta memberikan rasa aman bagi individu bahwa hak-hak mereka atas tanah akan dilindungi dan diakui oleh negara. Salah satu teori hukum yang relevan dalam konteks ini adalah teori Yuridisdogmatik, yang menekankan pentingnya kepastian hukum sebagai tujuan utama dari hukum itu sendiri. Teori ini berakar pada aliran positivisme hukum, yang memandang hukum sebagai entitas otonom yang harus ditaati demi terciptanya ketertiban dan stabilitas dalam masyarakat. Dalam bidang agraria di Indonesia, kepastian hukum diharapkan tercapai dengan adanya pendaftaran tanah. Pasal 1 nomor (9) PP No. 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah mendefiniskan pendaftaran tanah adalah: Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah, ruang atas tanah, ruang bawah tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah, ruang atas tanah, ruang bawah tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Sistem publikasi pertama adalah sistem publikasi positif dan yang kedua adalah sistem publikasi negatif. Dalam sistem publikasi positif yang didaftarkan adalah haknya atau registration of titles, sedangkan dalam sistem publikasi negatif yang didaftarkan adalah aktanya atau registration of deed. Suatu hukum dapat dikatakan efektif apabila das sollen dan das sein telah seimbang, atau dapat dikatakan bahwa hukum yang dibuat oleh penguasa telah dijalankan dan dipatuhi oleh masyarakat. Dengan adanya kefektifan hukum ini akan menimbulkan kepastian hukum dalam masyarakat. Dalam kepastian hukum, yang pertama adalah aturan bersifat umum yang membentuk masing-masing individu memahami perbuatan yang diijinkan dan perbuatan yang tidak diijinkan, dan yang kedua adalah keamanan hukum bagi individu sehingga masing-masing individu dapat mengerti hal-hal mana saja yang diperbolehkan untuk dibebankan kepada dirinya oleh negara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis perbandingan publikasi pendaftaran tanah Toran Sistem dan pendaftaran tanah secara tradisional?
2. Bagaimana analisis perbandingan positif sistem dan negatif sistem Toran Sistem?
C. Tujuan
1. Mengetahui perbandingan publikasi pendaftaran tanah Toran Sistem dan pendaftaran tanah secara tradisional.
2. Mengetahui perbandingan positif sistem dan negatif sistem Toran Sistem.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Perbandingan Publikasi Pendaftaran Tanah Toran Sistem dan Pendaftaran Tanah Secara Tradisional
1. Toran Sistem
Toran Sistem, sebagai sistem pendaftaran tanah modern, mengusung pendekatan revolusioner dalam publikasi informasi pertanahan. Sistem ini memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menciptakan metode publikasi yang serba digital dan terintegrasi dalam suatu sistem informasi yang komprehensif. Dalam kerangka Toran Sistem, seluruh data dan informasi terkait kepemilikan tanah, batas-batas, hak-hak, serta beban-beban yang melekat pada tanah disimpan dalam format digital yang terstruktur dan mudah diakses. Hal ini berbeda secara signifikan dengan sistem tradisional yang masih mengandalkan dokumen-dokumen fisik seperti sertifikat tanah, surat-surat kepemilikan, dan akta-akta otentik yang rentan terhadap kerusakan, kehilangan, atau manipulasi.
2. Tradisional Sistem
Berlakunya UUPA di Indonesia terdapat dualisme dalam hukum pertanahan, yaitu yang bersumber pada Hukum Adat dan pada Hukum Barat. UUPA mengakhiri dualisme tersebut dan menciptakan unifikasi hukum tanah nasional kita. Sistem pendaftaran tanah tradisional di Indonesia, sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti UUPA No. 5 Tahun 1960 dan PP No. 24 Tahun 1997, sangat bergantung pada penggunaan dokumen fisik sebagai sarana utama publikasi informasi pertanahan. Seluruh data dan informasi terkait kepemilikan tanah, mulai dari identitas pemilik, luas tanah, batas-batas, hingga hak-hak dan beban-beban yang melekat pada tanah, tercatat dan disimpan dalam bentuk dokumen-dokumen seperti sertifikat tanah, surat ukur, akta jual beli, dan berbagai dokumen pendukung lainnya. Dokumen-dokumen ini biasanya disimpan dalam arsip fisik di kantor pertanahan atau lembaga terkait.
B. Analisis Perbandingan Positif Sistem dan Negatif Sistem Toran Sistem
1. Analisis Positif Sistem
Keunggulan lainnya adalah peningkatan transparansi kepemilikan tanah dan akuntabilitas publik. Dalam Toran Sistem, informasi pertanahan dapat diakses secara terbuka oleh publik melalui platform daring. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk memeriksa status kepemilikan tanah, riwayat transaksi, dan informasi lainnya secara transparan. Transparansi ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem pendaftaran tanah, tetapi juga mendorong akuntabilitas pemerintah dalam mengelola aset pertanahan negara.
2. Analisis Negatif Sistem
Sistem pendaftaran tanah Indonesia ialah sistem publikasi negatif dengan tendens positif. Pengertian negatif adalah keterangan-keterangan yang ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat diubah dan dibetulkan, sedangkan pengertian dengan tendens positif adalah bahwa para petugas pendaftaran tanah tidak bersikap pasif, artinya mereka tidak menerima begitu saja apa yang diajukan dan dikatakan oleh pihak-pihak yang meminta pendaftaran. petugas pelaksana diwajibkan untuk mengadakan pembuktian seperlunya (terhadap hak-hak atas tanah yang didaftar tersebut) untuk mencegah kekeliruan[9]. Meskipun Toran Sistem menawarkan banyak manfaat, terdapat beberapa potensi masalah yang perlu dipertimbangkan dalam analisis negatifnya. Salah satu masalah yang mungkin timbul adalah ketidaktransparanan dalam hal akses informasi. Meskipun sistem ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, implementasinya bisa saja tidak merata, sehingga beberapa pihak mungkin memiliki akses yang lebih terbatas terhadap informasi pertanahan dibandingkan yang lain. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dan menghambat partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan terkait pertanahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Toran Sistem terbukti lebih unggul daripada sistem pendaftaran tanah tradisional karena menawarkan aksesibilitas yang lebih baik, keamanan data yang lebih tinggi, kualitas informasi yang lebih baik, dan potensi penggunaan teknologi blockchain untuk meningkatkan transparansi dan keamanan. Dalam konteks Toran Sistem, sistem publikasi positif memberikan jaminan kepastian hukum yang lebih kuat dibandingkan sistem publikasi negatif karena pemerintah menjamin keakuratan data pertanahan, sehingga meningkatkan kepercayaan publik dan mengurangi risiko sengketa.
B. Saran
Pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, termasuk akses internet di daerah-daerah terpencil, untuk memastikan bahwa Toran Sistem dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang pertanahan dan teknologi informasi juga perlu dilakukan untuk mendukung implementasi Toran Sistem. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan cara penggunaan Toran Sistem perlu dilakukan secara intensif untuk meningkatkan pemahaman dan partisipasi publik. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil perlu ditingkatkan untuk memastikan implementasi Toran Sistem yang sukses dan berkelanjutan. Pemerintah perlu memastikan keamanan data pertanahan dalam Toran Sistem dengan menerapkan langkah-langkah keamanan siber yang memadai, serta memperhatikan perlindungan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka. Studi banding ke negara-negara yang telah berhasil mengimplementasikan Toran Sistem dapat memberikan pembelajaran dan praktik terbaik. Terakhir, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran dalam pengelolaan pertanahan perlu dilakukan untuk memastikan efektivitas Toran Sistem dalam mencegah konflik dan sengketa pertanahan.