SEKILAS TENTANG PULAU SUMATERA

Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang terletak di Wilayah Bagian Barat Indonesia Pulau Sumatera terdiri dari 10 Provinsi yaitu Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Riau Kepulauan Riau Jambi Bengkulu dan Kepulauan Bangka Belitung memiliki luas sekitar 473.481 km2 dan merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Penduduk Pulau Sumatera pada sensus tahun 2018 berjumlah sekitar 57.940.351 jiwa.

Pada awalnya di Sumatera hanya ada satu provinsi yaitu Provinsi Sumatera pada masa Orde Lama tahun 1955 telah dimekarkan menjadi 3 provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara Provinsi, Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan.


Pada tahun 1956 Provinsi Aceh dimekarkan dari Provinsi Sumatera Utara. Kemudian pada tahun 1958 Provinsi Sumatera Tengah dimekarkan menjadi 3 provinsi yaitu Provinsi Jambi, Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 1964 Provinsi Lampung dimekarkan dari Provinsi Sumatera Selatan, selanjutnya pada masa Orde Baru tahun 1967 Provinsi Bengkulu dimekarkan dari Provinsi Sumatera Selatan dan yang terakhir yaitu pada Masa Reformasi sampai sekarang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dimekarkan dari Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2000 dan Provinsi Kepulauan Riau dimekarkan dari provinsi Riau pada tahun 2002, sehingga sampai saat ini terdapat 10 provinsi di Sumatera. (sumber: https://www.youtube.com/watch?v=lIp3DR8XnIU).


ASAL USUL NAMA SUMATERA
Berdasarkan catatan sepanjang sejarah Pulau Sumatera ternyata pernah menyatakan banyak nama diantaranya adalah Andalas, Indalas, Percha, Chin Chou, Swarnadwipa, Swarnabhumi, Serendip, Taprobana, Samatra dan lain-lain. Awalnya penduduk asli Pulau Sumatera tidak mengenal nama Sumatera. Nama Sumatera sendiri justru disebabkan oleh para pendatang dan pedagang asing yang datang untuk mencari emas, kemenyan dan kapur barus yang saat itu memang hanya terdapat di pulau Sumatera.

William Marsden seorang Gubernur Jenderal Inggris yang pernah berkuasa pada abad ke-19 berpendapat bahwa Indalas atau Andalas sangat mirip dengan nama Andalusia yang berada di wilayah Spanyol, sedangkan kata Percha berasal dari bahasa Melayu yang berarti potongan atau robekan. Marsden memandang Percha sebagai satu kata yang cukup ganjil pada saat itu karena mengingatkan pada robek-robek kain. Namun di sisi lain kata tersebut juga terbilang masuk akal jika mengacu pada gugus-gugus pulau di sisi Timur Sumatera. Gugus-gugus pulau tersebut sesuai dengan definisi kata Percha yaitu pulau yang terpotong-potong.

Pendeta I-Tsing dari Cina yang menetap di Sriwijaya Provinsi Sumatera Selatan saat ini, pada abad ke-7 menyebut Pulau Sumatera dengan nama Chin Chou yang berarti Negeri Emas, sedangkan dalam bahasa Sansekerta, Pulau Sumatera ini disebut Swarnadwipa dan Swarnabhumi yang juga berarti Negeri Emas. Istilah Swarnadwipa dan Swarnabhumi juga digunakan di banyak naskah-naskah India kuno. Dalam naskah-naskah itu diceritakan bahwa pelaut-pelaut India pernah menyeberang Teluk Bengala dan menuju Swarnabhumi. Sedangkan para Musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendip, konon kata tersebut merupakan penyalinan dari Swarnadwipa yang ditulis oleh Abu Raihan Al-Biruni ahli geografi Persia yang pernah mengunjungi Kerajaan Sriwijaya pada tahun 1030 Masehi.

Di kalangan bangsa Yunani Purba, Pulau Sumatera dikenal dengan nama Taprobana, kata ini pertama-tama dipopulerkan oleh Claudios Ptolemaios ahli geografi pada abad ke-2 Masehi tepatnya pada tahun 165. Nama tersebut digunakan oleh Ptolemaios untuk mengurai daerah Asia Tenggara dalam bukunya yang berjudul Geographike Hyphegesis. Ia menulis bahwa Kulon terletak di Negeri Barongsai, diperkirakan negeri yang dimaksud adalah barus di pantai barat Sumatera, yang sejak zaman purba memang terkenal sebagai daerah penghasil kapur barus.

Kemunculan nama Sumatera cuma baru terjadi pada abad ke-13 dan 14, nama ini konon berasal dari kata Samudra Pasai sebuah nama kerajaan yang juga dikenal dengan nama Samudra Darussalam, kerajaan ini terletak di pesisir pantai utara Sumatera. Sejak abad ke-15 para pedagang Eropa menyebut nama kerajaan tersebut untuk menyebutkan nama keseluruhan pulau.

Peralihan nama Samudra menjadi Sumatera berawal dari kisah kelahiran Odorico Da Pordenone pada tahun 1318, dalam catatan pelayarannya ia menyebutkan bahwa mereka telah berlayar ke timur dari Koromandel India menuju Kerajaan Sumoltra selama 20 hari. Sementara dalam kitab Rihlah Ila Al Masyriq yang ditulis oleh penjelajah muslim bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345 masehi, pulau ini dinamakan Samatra. Ia menceritakan bahwa pernah singgah di Kerajaan Samatra. Keterangan Ibnu Batutah kemudian dijadikan rujukan oleh Ibnu Majid dalam membuat peta daerah sekitar Samudra Hindia, dalam peta tersebut pulau Sumatera ditulis Samatra.

Seiring waktu saat peta buatan Ibnu Majid itu disalin ulang kata Samatra muncul kembali namun dalam istilah yang berbeda-beda. Sebut saja dalam peta Rotairo yang dibuat pada tahun 1498 kata Samatra berubah bunyi menjadi Camatarra, kemudian pada tahun 1501 nama Camatarra berubah menjadi Samatara. Selanjutnya banyak musafir menulis Samatara dalam istilah yang berbeda-beda mulai dari Samotera, Samotra, Zamatra maupun Zamatora. Barulah pada abad ke-16 sejak Jan Huygen Van Linschoten dan Sir Francis Drake menulis kata Sumatera dan terus konsisten dalam tulisan-tulisan mereka, nama Sumatera tak pernah lagi berubah dan terus dipergunakan hingga saat ini. (sumber: https://www.youtube.com/watch?v=84UF2ON8248)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »